Sukses

Pria Ini Sebut ChatGPT Selamatkan Nyawa Anjingnya Usai Dokter Hewan Gagal Buat Diagnosis

ChatGPT 4 berhasil menyelamatkan nyawa seekor anjing setelah dokter hewan gagal membuat diagnosis mengenai kondisi anjing tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - ChatGPT terus membuat takjub manusia dengan apa yang mungkin bisa dilakukan oleh kecerdasan buatan, dalam berbagai kasus, tiap harinya. ChatGPT sebagaimana diketahui, dapat dipakai untuk melakukan berbagai hal yang memudahkan pekerjaan. Mulai dari membantu membuat artikel, tugas, hingga meminta saran hubungan percintaan.

Namun baru-baru ini, ChatGPT membuat kejutan dengan kemampuannya. Berkat kehadiran versi baru ChatGPT, yakni GPT-4 AI, nyawa seekor anjing berhasil diselamatkan.

Hal ini terjadi setelah ChatGPT versi baru berhasil memberikan diagnosis yang benar mengenai kondisi si anjing, padahal saat itu dokter hewan tidak bisa memberikan diagnosis yang tepat.

Mengutip Gizmochina, Jumat (31/3/2023), seorang pengguna Twitter dengan akun @peakcooper mengklaim bahwa ChatGPT 4 menyelamatkan nyawa anjingnya dengan mendiagnosis kondisi darah yang sebelumnya gagal terdiagnosis oleh dokter hewan.

Pengguna Twitter ini mengklaim, anjing Border Collie-nya, Sassy, menderita penyakit yang ditularkan melalui kutu dan sedang dalam perawatan untuk masalah ini. Kondisi Sassy tampak membaik, tetapi gejalanya mulai memburuk setelah beberapa waktu, meski telah menjalani pengobatan yang diresepkan dokter hewan.

Cooper memperhatikan bahwa gusi Sassy berubah lebih pucat seiring waktu. Ketika ia membawa anjing malang tersebut ke dokter hewan, anemia si anjing memburuk dibandingkan sebelumnya.

2 dari 4 halaman

Diagnosis ChatGPT Ditambah Tindak Lanjut Dokter Hewan Berhasil Selamatkan Nyawa Anjing

Kendati demikian, hasil koinfeksi yang terkait dengan penyakit yang ditularkan melalui kutu menjadi negatif. Kesehatan Sassy pun terus memburuk, sayangnya dokter hewan tidak bisa menemukan masalah apa pun atas kondisi ini.

Pemilik hewan peliharaan pun disarankan untuk menunggu dan melihat bagaimana perkembangan kondisi anak bulunya itu. Saat itulah, Cooper memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri melalui bantuan chatbot dari OpenAI tersebut. Ia menjelaskan, diagnosa medis Sassy ke GPT-4 dengan sangat rinci.

Hasilnya, chatbot tersebut menyebut hasil tes darah Sassy bisa disebabkan oleh berbagai kondisi yang mendasarinya, termasuk anemia hemolitik yang dimediasi kekebalan (IMHA). Cooper membawa informasi tersebut ke dokter hewan kedua.

Setelah beberapa tes, dokter memastikan bahwa saran ChatGPT 4 tersebut benar. Dengan perawatan yang tepat, Sassy mulai pulih dan kini hampir kembali ke kondisi semula.

3 dari 4 halaman

Sisi Terang dan Kelam Penggunaan ChatGPT Bagi Pendidikan

Terlepas dari keberhasilan ChatGPT 4 mendiagnosis kondisi anjing, penggunaan chatbot ChatGPT sempat menimbulkan perdebatan, khususnya di kalangan akademik dan pendidikan. Beberapa pihak mengkhawatirkan alat AI ini bakal dimanfaatkan pelajar untuk berbuat curang.

Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) Prof. Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, AI pada dasarnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia karena memiliki transformational power yang luar biasa.

Hal ini mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, perekonomian, kebijakan publik, governance, dan lainnya.

"Namun, seperti halnya hal-hal baru di dunia ini, selain membawa kebaruan dan keuntungan, ternyata AI juga membuka jendela bagi hal-hal yang berpotensi distruptif," kata Harkristuti dalam webinar bertajuk Etika Penggunaan ChatGPT di Lingkungan Akademik.

ChatGPT, merupakan salah satu produk kecerdasan buatan yang diciptakan untuk memenuhi keingintahuan manusia mengenai segala hal.

Dalam bidang pendidikan, para pakar menilai mahasiswa dan murid dapat bertanya soal ujian dari bidang ilmu apapun, bahkan dapat dimanfaatkan untuk penyusunan karya tulis hanya dengan memasukkan kata kunci tertentu.

Namun, menurut para pakar dari UI, kemampuan ChatGPT yang sangat tinggi ini membuka peluang terbukanya fenomena paralel atau dua sisi mata uang.

Di sisi terangnya, teknologi AI ini menghadirkan kemampuan yang luar biasa bagi para pembelajar di dunia pendidikan. Namun, sisi kelamnya akan muncul baik dari aspek keterbatasan teknologi, persoalan etika, bahkan terbelenggunya sisi kemanusiaan.

4 dari 4 halaman

Sisi Kelam ChatGPT Bagi Pendidikan

Guru Besar Fakultas Ilmu Komputer UI, Prof. Heru Suhartanto mengatakan, dari sisi manfaat, ada sekitar 80 cara untuk memanfaatkan ChatGPT di ruang kelas, dengan kemampuan, kecepatan, dan akurasi penyediaan informasi.

Hal serupa juga diamini oleh Ketua Panitia Webinar, Prof. Riri Fitri Sari, yang menyebut ChatGPT dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan teks berkualitas melalui konsep Reimagine Education.

"Ini karena ChatGPT memiliki kemampuan untuk menjawab pertanyaan dengan akurasi yang tinggi dan mengambil informasi dari sumber daya eksternal, seperti Wikipedia," kata Riri.

Selain itu, Riri menyebut, ChatGPT juga dapat menerjemahkan teks dari satu bahasa ke bahasa lain dengan akurasi yang baik serta memiliki kemampuan untuk menyelesaikan teks yang tidak lengkap dengan menggunakan konteks dan informasi yang diberikan.

Meski begitu, misinformasi, disinformasi, dan malinformasi, menjadi sisi gelap ChatGPT yang harus diperhatikan, karena berdampak pada persoalan hukum dan etika. Persoalan hukum yang bertingkat pada level kebijakan global dan nasional pun juga telah diidentifikasi.

(Tin/Dam)